Impor sampah plastik ke Indonesia, khususnya ke Jawa Timur, bukanlah fenomena baru. Pada tahun 2018, setelah Tiongkok berhenti menerima limbah plastik dari negara-negara Barat, Indonesia menjadi salah satu negara tujuan utama untuk mengelola limbah plastik tersebut. 

Awalnya, impor ini dianggap sebagai peluang ekonomi. Perusahaan daur ulang di Jawa Timur memanfaatkan sampah plastik untuk diolah kembali menjadi produk bernilai ekonomi. Namun, kenyataannya, sebagian besar dari limbah ini tidak dapat didaur ulang dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Selain itu, banyak dari limbah tersebut ternyata mengandung mikroplastik yang tidak terlihat oleh mata telanjang, namun sangat berbahaya bagi kesehatan.

Volume Sampah Impor dari Australia

Pada tahun 2024, Indonesia menerima 60-82% dari sampah kertas Australia, yang mengandung kontaminasi plastik fleksibel, multilayer, dan kemasan plastik kotor yang tidak dapat didaur ulang. Sampah ini menumpuk di lokasi pembuangan ilegal di Desa Gedangrowo dan sekitarnya, dekat pabrik kertas pengimpor. Setiap bulan, sekitar 4.000 ton sampah kertas Australia, setara dengan 50-60 ribu ton, dikirim ke Indonesia. Ironisnya, volume ini jauh lebih banyak daripada volume sampah yang dihasilkan dan dikelola di TPA Benowo, Surabaya. Selain itu, Australia juga mengekspor sampah plastik ke Indonesia, dengan 150-200 kontainer dikirim setiap bulan sepanjang tahun 2024.

Selain itu, banyak laporan menunjukkan bahwa limbah yang dibuang mengandung mikroplastik, partikel-partikel plastik berukuran sangat kecil yang bisa terlepas ke lingkungan. Mikroplastik ini sering kali ditemukan dalam air tanah, sungai, hingga berakhir di tubuh manusia melalui rantai makanan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah dampaknya pada bayi dan anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya masih berkembang.

Kondisi Saat Ini

Saat ini, ditemukan adanya peningkatan frekuensi sampah impor di Desa Gedangrowo dan Desa Wirobiting, Kabupaten Sidoarjo. Sampah plastik impor ini diketahui masuk melalui pengiriman sampah kertas yang diselipi sampah plastik. Pabrik kertas hanya mengambil sampah kertas dan menimbun sampah plastik di dumpingsite. Dalam proses daur ulang kertas bekas, pabrik menggunakan berbagai bahan kimia seperti surfaktan, agen pemutih, dan bahan kimia lainnya untuk menghilangkan tinta dari serat kertas. Setelah tinta dihilangkan, air limbah yang dihasilkan mengandung residu tinta, bahan kimia, dan partikel logam berat. 

Penelitian di lokasi pembuangan limbah pabrik kertas mengidentifikasi kontaminasi logam berat seperti timbal, merkuri, dan kadmium, yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, terutama karena limbah ini dibuang ke Sungai Brantas. Sungai ini mengalir melalui daerah padat penduduk di Jawa Timur dan digunakan untuk PDAM, irigasi, dan perikanan tambak.

Mikroplastik Sampah Australia Ancam Kesehatan Bayi Jawa Timur 

Mikroplastik yang berasal dari sampah impor ini menimbulkan berbagai ancaman kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air minum, dan udara yang terkontaminasi. Partikel mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan peradangan, gangguan hormon, dan berpotensi memicu kanker.

Bayi dan anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap dampak ini. Sistem kekebalan tubuh mereka yang masih berkembang tidak mampu menangani paparan mikroplastik dalam jumlah besar. Sebuah studi yang dipublikasikan oleh WHO pada tahun 2019 mengungkapkan bahwa paparan mikroplastik dapat mengganggu perkembangan sistem saraf dan organ-organ vital pada bayi. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran besar bagi para orang tua di Jawa Timur, terutama mereka yang tinggal di dekat TPA atau sumber air yang terkontaminasi.

Ecoton mengungkap dalam partikel feses sebanyak 17 partikel/10 gram, plasenta ibu hamil 12 partikel/4 plasenta, pada sperma 0,45 partikel/mL, pada ASI (Air Susu Ibu) 2,3 partikel/mL. Sementara itu, temuan Ecoton di Udara Kabupaten Sidoarjo mendapatkan 21,8 partikel/jam. 

Sampah Plastik Australia Picu Pencemaran Dioksin

Pencemaran sampah plastik dari Australia ini juga meningkatkan kadar dioksin dari pembakaran sampah plastik. Dioksin adalah senyawa kimia yang sangat beracun dan dikenal sebagai salah satu polutan paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Di lokasi pembuangan sampah plastik di Desa Gedangrowo dan Desa Wirobiting, Sidoarjo, sampah plastik dibakar untuk mengambil kawat dari scrap plastik. Selain itu, scrap plastik juga digunakan sebagai bahan bakar di pabrik tahu di Desa Tropodo. 

Dioksin dapat menyebabkan masalah kesehatan serius seperti kanker, gangguan reproduksi, dan kerusakan sistem kekebalan tubuh. Konsentrasi tinggi dioksin di udara juga menurunkan kualitas udara di Jawa Timur, terutama di desa-desa tersebut, yang sangat merugikan kesehatan masyarakat, terutama anak-anak dan bayi yang sangat rentan terhadap polusi udara.

Proses Daur Ulang yang Masih Berbahaya

Indonesia juga menjadi negara yang masih belum siap secara fasilitas dan pengolahan limbah plastik secara aman untuk menerima sampah dari negara lain. Penelitian Ecoton menemukan bahwa daur ulang di Jawa Timur masih menghasilkan 346 bahan kimia berbahaya yang mengandung senyawa Endocrine Disrupting Chemicals (EDC) atau bahan kimia pengganggu hormon. EDC dapat memengaruhi sistem hormonal manusia dan menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan perkembangan pada janin dan bayi serta meningkatkan risiko kanker.

Menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh impor sampah plastik, terutama yang mengandung mikroplastik, para aktivis lingkungan di Indonesia tidak tinggal diam. Beberapa organisasi lingkungan seperti Ecoton dan Walhi Jawa Timur telah menggalang aksi untuk menuntut pemerintah menghentikan impor sampah plastik dari negara-negara maju, termasuk Australia. 

Adapun saran-saran kebijakan yang dapat diterapkan adalah:

  1. Mengadakan perjanjian bilateral untuk pengurangan impor sampah, mulai dari pengurangan bertahap hingga klasifikasi jenis limbah yang diimpor.
  2. Mewajibkan adanya transparansi dan pengawasan, melalui penyertaan sertifikasi dari otoritas lingkungan Australia yang berisi komposisi limbah tersebut.
  3. Investasi dalam teknologi pengolahan limbah, seperti teknologi pemisahan mikroplastik dan teknologi pengolahan air dan udara untuk meminimalisir polusi. 
  4. Pembangunan dan pengelolaan TPA yang memadai, yaitu  dengan teknologi landfill management yang canggih, seperti sistem pemantauan gas metana, pengolahan air lindi, dan perlindungan lapisan tanah untuk mencegah pencemaran air tanah.
  5. Penataan ulang zonasi TPA yang memisahkan antara limbah lokal dan impor, serta menyediakan area khusus untuk limbah berbahaya dengan standar pengelolaan yang lebih ketat.

Impor sampah plastik dari Australia ke Jawa Timur telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama bayi dan anak-anak. Kondisi ini diperburuk oleh penumpukan sampah di TPA Benowo dan desa-desa sekitarnya, yang mengandung mikroplastik dan logam berat berbahaya.  Langkah nyata dan kebijakan tegas dari pemerintah Indonesia dan Australia sangat diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif limbah ini.